
Kasus Pembunuhan Dini Sera Afriyanti dan Pengurangan Hukuman Ronald Tannur
Kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti yang dilakukan oleh Gregorius Ronald Tannur kembali menjadi perhatian publik setelah ia mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman. Kejadian ini menunjukkan bahwa kasus tersebut memiliki berbagai lapisan kompleksitas, baik dari segi hukum maupun etika.
Awal Mula Kasus
Semua bermula pada 4 Oktober 2023 ketika Ronald Tannur menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, di Lenmarc Mall, Surabaya. Saat itu, keduanya sedang terlibat pertengkaran. Dalam keadaan emosi yang memuncak, Ronald menendang dan memukul kepala Dini dengan botol minuman keras. Ia bahkan melindas korban menggunakan mobil. Akibat cedera yang parah, Dini dibawa ke Rumah Sakit National Hospital Surabaya, tetapi nyawanya tidak tertolong.
Penuntutan dan Vonis Bebas
Ronald Tannur kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan penganiayaannya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya menuntut Ronald dengan hukuman 12 tahun penjara. Selain itu, dia juga diperintahkan untuk membayar restitusi sebesar Rp 263 juta kepada ahli waris Dini, dengan subsider kurungan selama enam bulan.
Namun, dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, hakim Erintuah Damanik menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan tersebut. Akibatnya, Ronald divonis bebas pada 24 Juli 2024. Putusan ini mengejutkan masyarakat, terutama keluarga korban.
Terungkapnya Suap kepada Hakim
Keputusan bebas ini menimbulkan kecurigaan dan dinilai tidak wajar oleh Kejaksaan Agung. Tim Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akhirnya melakukan penyelidikan dan menemukan bukti-bukti suap yang diberikan kepada hakim.
Dari hasil penyelidikan, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Selain itu, pengacara Ronald, Lisa Rahmat, juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Bahkan, ibu Ronald, Meirizka Widjaja, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga bersekongkol dengan pengacara untuk menyuap hakim agar anaknya dihukum ringan.
Vonis Akhir dan Penyelesaian Kasus
Putusan Mahkamah Agung (MA) akhirnya menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Ronald Tannur. Putusan ini membatalkan vonis bebas dari majelis hakim PN Surabaya karena terbukti melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Dalam putusan MA, Ronald terbukti melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP.
Selain itu, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menerima suap senilai Rp 4,6 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur juga diadili. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akhirnya memvonis Heru Hanindyo dengan hukuman 10 tahun penjara, sementara dua hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, divonis masing-masing 7 tahun penjara.
Remisi yang Diterima Ronald Tannur
Setelah menjalani hukumannya, Ronald Tannur kembali menjadi perhatian publik setelah mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman. Remisi ini diberikan pada peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, pada Minggu (17/8/2025). Dalam siaran pers Lapas Salemba, Jakarta, Kepala Lapas Mohamad Fadil menyebutkan bahwa Ronald Tannur menerima remisi umum sebanyak 1 bulan dan remisi dasawarsa sebanyak 90 hari.
Remisi diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik, telah menjalani hukuman disiplin dalam waktu enam bulan, serta mengikuti program pembinaan dengan predikat baik dan menunjukkan penurunan risiko. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia masih memberikan ruang bagi para tahanan untuk dapat memperbaiki diri.