
Sengketa Tanah yang Berlangsung Lama
Seorang petani bernama Wajib, yang tinggal di lereng Gunung Andong, kini sedang menghadapi sengketa tanah yang telah ditempatinya sejak kecil. Masalah ini melibatkan saudara seayahnya, yaitu Wibowo. Tanah seluas 260 meter persegi yang saat ini ditempati oleh Wajib ternyata memiliki sertifikat hak milik yang terdaftar atas nama Wibowo.
Tanah tersebut berada di Dusun Kembangsari, Desa Madyogondo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di atas tanah tersebut juga berdiri rumah seluas 120 meter persegi. Wajib memiliki bukti kepemilikan tanah melalui dokumen Letter C dan Letter D yang dikeluarkan pada 30 Oktober 1986. Dalam dokumen tersebut, nama yang tercantum adalah Wadjib Soetarmo.
Menurut Sawali Muhamat Al Rozin, anak kedua dari Wajib, tanah tersebut awalnya dimiliki oleh Soinangun, kakek Wajib. Soinangun memiliki empat anak dari pernikahan pertamanya dan satu anak dari pernikahan kedua. Anak terakhir tersebut bernama Buang, yang merupakan ayah dari Wibowo. Awalnya, tanah tersebut diberikan kepada Buang. Setelah itu, Buang dan ibu Wajib, Senah, melakukan pertukaran tanah secara lisan, tanpa dokumen tertulis.
Sawali menyatakan bahwa Wajib sudah tinggal di tanah tersebut sejak tahun 1963. Selama bertahun-tahun, Buang meminta kembali tanah yang sudah ditukarkan. Namun, Wajib bersikukuh mempertahankannya. Buang kemudian menuntut uang sebesar Rp 80 juta sebagai syarat penggunaan tanah. Wajib tidak mampu memenuhi permintaan tersebut. Pada akhirnya, tanah tersebut dinyatakan milik Wibowo pada tahun 2018.
Proses Hukum yang Tidak Menyelesaikan Masalah
Beberapa kali mediasi dilakukan, termasuk pada tahun 2024, tetapi tidak ada penyelesaian yang diperoleh. Sawali mengatakan bahwa pihak keluarga Wajib telah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Mungkid dan melapor ke Polresta Magelang. Namun, gugatan tersebut tidak dapat diproses karena dianggap bukan kewenangan pengadilan, sementara penyidikan di kepolisian dihentikan.
Kepala Desa Madyogondo, Syawal, menjelaskan bahwa berdasarkan rincik desa tahun 1959, tanah yang ditempati Wajib dan dua anaknya dimiliki Buang. Dengan acuan rincik desa tersebut, Syawal menyebutkan bahwa Wibowo mengajukan proses sertifikasi hak milik melalui program PTSL antara tahun 2018 hingga 2019. Menurut Syawal, pihak Wajib mengetahui proses sertifikasi tersebut, namun tidak pernah memberikan komplain selama proses berjalan.
Wibowo dan Syawal dilaporkan oleh pihak Wajib ke Polresta Magelang. Syawal dituduh melakukan penggelapan dalam sengketa tanah ini. Penyidikan kasus tersebut dihentikan pada Desember 2024 karena belum ditemukan adanya peristiwa pidana.
Harapan untuk Penyelesaian Secara Kekeluargaan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Magelang, A Yani, belum memberikan pernyataan resmi terkait sengketa tanah antara Wajib dan Wibowo. Ia menyerahkan penyelesaian masalah kepada masing-masing pihak. “Jangan sampai BPN yang seolah-olah berpolemik dengan mereka. Jika diperlukan, kami akan sampaikan,” ujarnya.
aiotrade.app mencoba menghubungi Wibowo melalui nomor telepon yang diberikan, tetapi tidak berhasil terhubung. Nomor tersebut juga tidak bisa dihubungi melalui panggilan telepon.
Sawali Muhamat Al Rozin berharap sengketa kepemilikan tanah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Wajib, yang berada di sampingnya, juga berharap demikian. “Saya tunggu aslinya, ada iktikad baik atau tidak,” tutup Sawali.