
Pertumbuhan Rasio NPF di Perbankan Syariah pada Semester I-2025
Pada semester pertama tahun 2025, sejumlah perbankan syariah mencatatkan peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF). Hal ini menunjukkan adanya tantangan dalam menjaga kualitas pembiayaan di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPF Bank Umum Syariah (BUS) pada Mei 2025 berada di level 2,21%. Angka ini meningkat dari posisi 2,10% pada periode sama tahun sebelumnya dan 2,18% pada April 2025. Sementara itu, rasio NPF Unit Usaha Syariah (UUS) juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi 2,41% pada Mei 2025, naik dari 2,23% di periode sama tahun lalu dan 2,40% pada bulan sebelumnya.
Beberapa bank syariah seperti PT Bank BCA Syariah juga mencatatkan peningkatan NPF pada semester I-2025 menjadi 1,75% dari 1,36% di periode sama tahun sebelumnya. Direktur BCA Syariah, Ina Widjaja menjelaskan bahwa NPF bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi makro, pengelolaan internal, serta karakteristik industri tertentu.
“NPF itu pasti akan selalu ada. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyelesaikannya dengan cepat dan menjaga agar tidak berdampak lebih luas,” ujar Ina saat paparan kinerja perusahaan.
Menurut Ina, peningkatan NPF terutama terjadi di sektor small medium enterprise (SME) dan konsumer karena menghadapi berbagai tantangan. Ia menekankan pentingnya ketahanan di segmen UMKM atau SME, terutama ketika daya beli menurun dan pelaku usaha harus tetap mampu bertahan.
BCA Syariah memiliki platform internal untuk menjaga NPF tetap terkendali. Proses seleksi dan analisis nasabah, pemantauan berkelanjutan, serta penguatan hubungan dengan nasabah menjadi langkah utama dalam menjaga kualitas pembiayaan. Pihak bank optimistis bahwa NPF dapat terjaga di bawah 2% hingga akhir tahun 2025.
Selain BCA Syariah, PT Bank Mega Syariah juga mencatatkan kenaikan rasio NPF menjadi 0,99% pada semester I-2025 dari 0,92% pada semester I-2024. Hanie Dewita, Corporate Secretary Division Head Bank Mega Syariah, menyatakan bahwa angka tersebut masih jauh lebih baik dibandingkan rata-rata industri perbankan syariah yang berada di kisaran 2%.
“Kenaikan yang sangat kecil tersebut juga masih terbilang wajar mengingat pertumbuhan bisnis pembiayaan bank Mega Syariah tumbuh signifikan sebesar 29,84% yoy menjadi Rp 9,55 triliun pada semester I tahun ini,” ujarnya.
Untuk menjaga kualitas pembiayaan yang sehat dan berkelanjutan, perseroan selalu mengedepankan pengelolaan risiko yang berbasis pada ketentuan regulator dan mengacu pada Basel Accord serta market best practices. Selain itu, Bank Mega Syariah telah menetapkan Risk Acceptance Criteria (RAC) secara bankwide, serta RAC khusus untuk sektor-sektor prioritas yang menjadi fokus pembiayaan.
PT Bank Muamalat juga mencatatkan kenaikan NPF di semester I-2025 menjadi 3,90% dari 2,25% pada periode sama tahun sebelumnya. Komisaris Bank Muamalat, Andre Mirza Hartawan menjelaskan bahwa peningkatan NPF disebabkan oleh penurunan pembiayaan yang memengaruhi rasio NPF baik gross maupun net.
Total pembiayaan Bank Muamalat turun tajam sebesar 16,03% yoy pada semester I-2025 menjadi Rp 17,46 triliun. Ia berharap dengan pertumbuhan pembiayaan di fokus yang tepat dapat meningkatkan aset berkualitas, profitabilitas yang berkelanjutan, serta posisi permodalan yang stabil.
Bank syariah lain yang turut mencatatkan kenaikan NPF di semester I-2025 antara lain PT Bank BTPN Syariah yang naik menjadi 3,14% dari 3,05% di periode sama tahun sebelumnya. Sementara itu, Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga juga mencatatkan kenaikan NPF menjadi 2,08% dari 1,40%.