
Evaluasi Kebijakan Pendidikan di Jawa Barat untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sejumlah kebijakan pendidikan yang mulai diberlakukan pada awal tahun 2026. Langkah ini merupakan bagian dari arah baru pembangunan sektor pendidikan di provinsi ini. Penyampaian kebijakan tersebut dilakukan setelah menghadiri acara penganugerahan sayembara video perpisahan sekolah di Sabuga, Bandung, pada Rabu (20/8/2025).
Dedi yang akrab disapa KDM menekankan bahwa perubahan ini menjadi fondasi untuk memperkuat kualitas pendidikan di Jawa Barat. Ia menjelaskan bahwa Disdik telah bertemu para kepala sekolah untuk menyampaikan visi pembangunan pendidikan ke depan dan melakukan revisi beberapa hal.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah penempatan kepala sekolah. Pemprov Jabar akan mengatur agar posisi kepala sekolah tidak lagi jauh dari tempat tinggal mereka, sehingga mereka bisa lebih fokus menjalankan tugas tanpa terkendala jarak. "Penempatan kepala sekolah yang jaraknya jauh dari rumah akan dievaluasi. Mereka akan dikembalikan ke daerah masing-masing," ujarnya.
Selain itu, pembenahan juga menyasar pengelolaan dana sekolah. Pemerintah provinsi menegaskan alokasi biaya harus dirancang dengan detail agar setiap sekolah memiliki kecukupan anggaran tanpa harus mencari tambahan dari sumber-sumber yang dilarang. "Kita mengevaluasi anggaran di sekolah. Ada beberapa item yang oleh provinsi dilarang, seperti penjualan LKS, seragam, dan lainnya. Maka alokasinya harus dihitung secara cermat agar sekolah tidak kekurangan biaya," jelas KDM.
Aturan Study Tour dan Jam Sekolah yang Diubah
Dalam forum pertemuan Dinas Pendidikan Jabar bersama para kepala sekolah, juga dibahas kembali aturan mengenai study tour. Aturan ini menjadi perhatian karena kerap menimbulkan polemik di kalangan orang tua maupun siswa. Topik lainnya adalah soal jam sekolah. Menurut KDM, pengaturan waktu masuk dan pulang perlu dipertimbangkan lebih dalam, agar tidak menimbulkan masalah bagi siswa, orang tua, maupun tenaga pendidik.
Aksesibilitas juga masuk dalam daftar fokus kebijakan baru. Pemprov Jabar akan menyediakan armada bus sekolah di daerah-daerah yang belum terjangkau transportasi umum. Tak hanya itu, fasilitas sanitasi juga dipastikan menjadi kewajiban yang harus ada di setiap sekolah. "Penyediaan bis sekolah bagi daerah yang jangkauan ke sekolahnya tidak ada transportasi publik dan tiap sekolah harus ada toiletnya," ujar KDM.
Semua arahan baru tersebut nantinya akan diformalkan melalui peraturan kepala sekolah yang mengacu pada kebijakan resmi Dinas Pendidikan Jabar.
Tanggapan Masyarakat Terhadap Kebijakan Pendidikan
Sebelumnya, Litbang Kompas merilis hasil survei mengenai bagaimana masyarakat Jawa Barat menilai berbagai kebijakan yang digagas Pemerintah Provinsi di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan. Kajian ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan publik terkait sejumlah program prioritas maupun kebijakan yang dianggap kurang mendesak.
Misalnya, kebijakan larangan study tour bagi seluruh SMA dan SMK di Jabar mendapat reaksi beragam. Sebanyak 27,3 persen warga menganggap aturan ini tidak relevan atau tidak penting, sedangkan 71,9 persen lainnya menilai kebijakan tersebut layak dipertahankan. Kebijakan lain yang juga menimbulkan perdebatan adalah rencana mengaktifkan kembali jalur kereta peninggalan era kolonial Belanda. Dalam hal ini, 25,5 persen responden beranggapan program itu tidak penting.
Kebijakan pengaturan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB juga memunculkan respons serupa, di mana 31,4 persen responden menilai program tersebut tidak mendesak untuk dijalankan. Sementara itu, pemangkasan anggaran hibah bagi pesantren dianggap tidak prioritas oleh 30,4 persen masyarakat yang disurvei.
Namun demikian, sebagian besar warga tetap menaruh perhatian tinggi pada program yang dianggap lebih menyentuh kebutuhan dasar. Pembangunan ruang kelas baru (RKB) menempati posisi teratas sebagai program dengan dukungan paling besar, yakni 94,6 persen responden menilai penting atau bahkan sangat penting. Dua program lain yang juga disambut luas adalah penyediaan listrik bagi keluarga miskin dengan tingkat persetujuan mencapai 97,6 persen, serta perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu) yang diapresiasi 97,9 persen responden.
Infrastruktur jalan di Jawa Barat pun masuk daftar prioritas warga, dengan 97,2 persen masyarakat mendukung keberlanjutannya. Tak hanya itu, program penanganan anak-anak nakal melalui pembinaan khusus di lembaga militer atau institusi pendidikan juga menuai apresiasi, dengan 96,2 persen responden menyatakan penting. Bahkan, langkah tegas berupa pembongkaran wahana pariwisata yang melanggar izin pun dipandang perlu oleh 86,5 persen masyarakat.