
Tradisi Dayung di Pinggiran Sungai Tuntang
Ribuan warga memadati pinggiran Sungai Tuntang yang mengarah ke Rawa Pening, tepatnya di Dusun Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Mereka hadir untuk menyaksikan lomba dayung yang digelar dalam rangka memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia. Acara ini tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga menjadi momen bersyukur dan merayakan budaya lokal.
Sorakan dan tepuk tangan penonton terdengar sepanjang acara berlangsung. Para peserta menunjukkan keahlian mereka dalam mendayung, sambil ditemani berbagai lomba lain seperti perahu hias, meniti bambu, dan mengaitkan penutup kepala dari atas perahu. Tidak hanya itu, keseruan semakin meningkat ketika beberapa peserta tercebur ke air sungai, menciptakan tawa riuh dari para penonton yang hadir.
Lomba dayung ini diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Karang Taruna Bina Remaja Bersatu. Tahun ini, acara bekerja sama dengan Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Kabupaten Semarang. Ketua Panitia Lomba Dayung 2025, Ginanjar Ari, menjelaskan bahwa kegiatan ini sudah berlangsung sejak 1994. Awalnya, acara ini hanya sebagai kegiatan internal warga, namun belakangan ini mulai dilakukan dengan lebih serius.
"Beberapa tahun terakhir, kami mulai menggarapnya secara lebih profesional. Tahun ini, selain merayakan, kami juga mencoba mencari atlet dayung potensial dengan bekerja sama dengan PODSI," ujarnya.
Dalam lomba kali ini, terdapat 27 peserta dari berbagai wilayah sekitar Rawa Pening. Di nomor perahu naga, ada 11 kelompok peserta yang berasal dari warga Dusun Sumurup. Salah satu peserta, Budiono (56), mengikuti lomba karena menariknya hadiah yang ditawarkan.
"Selain meramaikan acara, tujuannya juga agar bisa menang hadiah. Ada uang tunai juga," katanya. Ia menambahkan bahwa keseimbangan dan kekompakan saat mendayung sangat penting agar perahu melaju lurus dan tidak tenggelam.
Meski melelahkan, Budiono mengaku senang mengikuti lomba. "Persaingan untuk menjadi juara lumayan berat. Kuncinya adalah kekompakan anggota tim, sehingga kecepatan tetap stabil hingga garis finis."
Dampak Ekonomi dan Potensi Wisata
Kepala Desa Asinan, Turchamun Jiarto, memberikan apresiasi terhadap kerja keras panitia Lomba Dayung 2025. Ia menilai bahwa kesuksesan acara tidak hanya terlihat dari lomba itu sendiri, tetapi juga berdampak pada perekonomian warga sekitar.
"Kesuksesan lomba dayung tidak hanya dari kegiatan intinya, tapi juga menggerakkan UMKM dan perekonomian warga sekitar," ujarnya. Menurut Turchamun, penyelenggaraan lomba setiap tahun semakin baik dan sukses.
Tujuan tahun ini tidak hanya sekadar fun atau meramaikan, tetapi juga mencari atlet dayung. "Harapan kami bisa melahirkan atlet berprestasi," tambahnya. Ia juga menyebutkan potensi daerah yang bagus untuk dikembangkan, terutama dalam hal pariwisata.
"Kita lihat tadi saat lomba dayung, beberapa kali kereta api wisata dari Stasiun Tuntang ke Ambarawa juga melintas, sehingga bisa kolaborasi," kata Turchamun.
Pengalaman Penonton dan Saran untuk Masa Depan
Teguh, seorang penonton asal Ambarawa, mengungkapkan rasa penasarannya terhadap lomba dayung. "Baru pertama kali melihat, saya datang bersama anak-anak. Tertarik karena juga di media sosial ramai dan viral tentang pacu jalur, ini sama meski harus ada perbaikan agar semakin menarik," ujarnya.
Ia menyarankan agar perahu dibuat lebih menarik dan peserta mengenakan kostum atau seragam yang unik, sehingga kemasan acara bisa lebih bagus. Dengan begitu, lomba dayung tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang dapat menarik lebih banyak pengunjung.