
Addis Ababa, 9 Agustus 2025 (ENA) -- Konferensi Ketiga Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Negara-negara Berkembang yang Tidak Berpantai (LLDCs), yang diadakan di Awaza, Turkmenistan, menandai momen penting bagi 32 negara yang tidak memiliki akses langsung ke laut — yang menjadi rumah bagi lebih dari 600 juta orang. Waktu penyelenggaraan konferensi ini bukanlah kebetulan: bertepatan dengan perayaan pertama tanggal 6 Agustus sebagai Hari Internasional Kesadaran tentang Kebutuhan Pembangunan Khusus dan Tantangan Negara-negara Berkembang yang Tidak Berpantai, sebuah upaya yang diakui PBB untuk menyoroti hambatan struktural mendalam yang dihadapi LLDCs.
Konferensi berakhir Jumat dengan para delegasi mengadopsi sebuah deklarasi politik sejarah yang ditujukan untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan di 32 negara yang tidak memiliki akses langsung ke laut.
Diadakan dengan tema 'Mendorong Perkembangan Melalui Kemitraan', forum empat hari yang dikenal sebagai LLDC3 mengumpulkan Kepala Negara, pejabat PBB tingkat atas, mitra pembangunan, dan pemimpin sektor swasta untuk menghadapi tantangan yang terus-menerus dihadapi oleh negara-negara paling tertinggal (LLDC), termasuk biaya perdagangan yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, dan kerentanan terhadap perubahan iklim.
Dijukirkan oleh Program Aksi Awaza 2024–2034, yang disetujui oleh Majelis Umum PBB tahun lalu, 'Deklarasi Awaza' baru ini merangkum strategi yang menyeluruh di lima bidang prioritas:
- Transformasi ekonomi struktural;
- Perdagangan dan integrasi regional;
- Transportasi dan infrastruktur;
- Adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana; serta,
- Menggerakkan keuangan dan kemitraan.
Dari inti pegunungan Afrika Timur, Ethiopia memasuki forum ini sebagai salah satu negara terpenting yang tidak memiliki akses laut (LLDC) — tidak hanya dalam hal ukuran, populasi, dan ambisi ekonomi, tetapi juga dalam hal kepemimpinan diplomatik dan pembangunan. Geografi telah lama menentukan keterbatasan Ethiopia, tetapi hari ini, Ethiopia sedang membantu meredefinisikan bagaimana pembangunan negara yang tidak memiliki akses laut dapat terlihat.
Etiopia, seperti negara-negara LLDC lainnya, masih bergantung pada negara tetangga untuk akses pelabuhan. Realitas ini memberlakukan biaya yang signifikan: harga pengangkutan bisa 30% lebih tinggi dibandingkan negara pesisir, waktu ekspor dan impor lebih lama, serta integrasi ke rantai nilai global tetap terbatas. Lebih kritis lagi, kesejahteraan LLDC sering kali terkait dengan stabilitas politik dan ekonomi jalur transit mereka — menciptakan ketergantungan yang dapat menghambat perencanaan jangka panjang.
Namun Etiopia tidak berdiri diam. Sementara Konferensi LLDC memanggil untuk kemitraan global dan investasi, Etiopia datang dengan cerita sendiri tentang otonomi — satu yang didorong oleh infrastruktur strategis, diplomasi regional, dan partisipasi multilateral.
Diplomasi dan Dialog
Pendekatan Ethiopia dalam menyelesaikan tantangan terkait status negara yang tidak memiliki akses laut adalah kerja sama dan dialog, bukan konfrontasi. Negara tersebut secara aktif mengembangkan hubungan bilateral dan multilateral yang bertujuan memperkuat koridor ekonomi regional. Ini termasuk kerja sama yang telah berlangsung lama dengan Djibouti, perencanaan infrastruktur bersama dengan Kenya, serta perluasan kesepakatan perdagangan listrik di seluruh Semenanjung Afrika.
Pesan diplomatiknya secara konsisten menekankan manfaat bersama — pendekatan yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan semangat Konferensi LLDC. Sebagai anggota pendiri Uni Afrika dan negara penyangga dalam diplomasi regional, Ethiopia terus mendorong integrasi regional daripada isolasi.
Etiopia pada kesempatan ini telah mengajukan permintaannya berdasarkan prinsip kepercayaan dan manfaat timbal balik, yang saat ini diakui dalam diplomasi modern. Permintaan Etiopia tidak akan merugikan kepentingan dan hak negara-negara lain, karena akan dilakukan melalui diplomasi, negosiasi, dan perjanjian yang didasarkan pada prinsip pembangunan bersama.
Para ahli mengakui tuntutan Etiopia karena juga sangat menguntungkan bagi pengembangan seluruh wilayah, dengan mencatat meningkatnya minat negara-negara di Afrika, khususnya yang berada di bagian timur benua tersebut, yang secara aktif berupaya memperbaiki perdagangan antara sesamanya dan meningkatkan kemajuan ekonomi bersama. Dalam konteks ini, permintaan Etiopia untuk akses ke laut melalui prinsip pembangunan bersama menawarkan kesempatan bernilai bagi negara-negara di kawasan tersebut, terutama karena Etiopia telah mengalami pertumbuhan pesat dan menunjukkan minat kuat untuk bekerja sama dengan negara-negara ini menuju tujuan bersama.
Membangun Infrastruktur untuk Menjembatani Kesenjangan
Dalam satu dekade terakhir, Etiopia telah memprioritaskan infrastruktur untuk mengatasi kelemahan geografisnya. Investasi-investasi ini mencakup:
Rel kereta api Ethiopia-Djibouti, proyek unggulan yang menghubungkan ibu kota dengan laut.
Jaringan pelabuhan kering dan pusat logistik, yang mempermudah aliran perdagangan daratan. Pembangunan jalan raya, kabel serat optik, dan jaringan transmisi listrik yang melintasi perbatasan negara dan mendukung perdagangan serta koneksi.
Lorong-lorong ini bukan hanya aset nasional — mereka adalah jalur vital regional, yang memungkinkan perdagangan, pekerjaan, dan keamanan di negara-negara tetangga juga. Dalam hal ini, Ethiopia menunjukkan prinsip LLDC bahwa pembangunan harus didekati secara kolektif.
Suara untuk Negara-Negara Kurang Berkembang (LLDCs) — dan untuk Afrika
Pada Konferensi Ketiga, Etiopia tidak hanya memperjuangkan kepentingan sendiri tetapi juga perjuangan yang lebih luas bagi negara-negara LLDC Afrika. Dengan 16 dari 32 negara yang terkurung daratan berada di Afrika, pengalaman Etiopia menawarkan model yang kuat tentang kemandirian, kerja sama regional, dan investasi strategis.
Dalam pidatonya kepada konferensi, Menteri Perhubungan dan Logistik Etiopia, Alemu Sime, menekankan bahwa negara-negara berkembang yang terkurung daratan masih menghadapi tantangan yang semakin meningkat, termasuk kurangnya akses langsung ke laut, biaya transportasi yang tinggi, dan infrastruktur yang tidak memadai. Tensi geopolitik, perubahan iklim, dan beban utang yang tinggi semakin memperparah tantangan-tantangan ini. Ia juga menyatakan keyakinan Etiopia bahwa sumber daya di lautan terbuka, yang mencakup sekitar 50% permukaan bumi dan 60% area samudra global, dapat mendorong kemakmuran bagi semua negara.
Etiopia juga telah memainkan peran aktif dalam forum LLDC internasional, secara konsisten menyerukan:
- Mekanisme pendanaan yang lebih inklusif untuk infrastruktur transportasi dan perdagangan.
- Pertukaran teknologi dan keterhubungan digital untuk negara-negara yang terkurung daratan.
- Pengurangan hambatan birokrasi dan tarif di perbatasan serta sepanjang koridor perdagangan.
- Platform yang lebih kuat untuk perjanjian kerja sama transportasi, khususnya di mana negara pesisir juga merupakan ekonomi yang sedang berkembang.
Upaya advokasi ini menunjukkan kesiapan Etiopia untuk berkontribusi dalam pembuatan kebijakan global, bukan hanya menerima bantuan atau bantuan teknis.
Menghubungkan Akses Laut dengan Pembangunan Berdaulat
Komitmen Etiopia terhadap diplomasi perdamaian telah meluas bahkan ke pertanyaan strategis yang paling sensitif: akses laut. Dalam beberapa tahun terakhir, negara tersebut telah membuka diskusi tingkat tinggi dengan negara-negara regional mengenai pengaturan yang akan memungkinkan akses langsung ke perdagangan maritim, dalam kerangka manfaat saling dan penghormatan terhadap kedaulatan. Upaya ini tidak bertujuan memperdebatkan perbatasan atau koersi; sebaliknya, mereka mencerminkan diplomasi visioner—mencari solusi win-win yang mendukung pembangunan nasional sekaligus meningkatkan keamanan dan stabilitas regional.
Pesan ini sejalan dengan agenda LLDC: status negara yang tidak berpelabuhan tidak boleh berarti status terkunci. Dengan kerangka hukum, keuangan, dan diplomatik yang tepat, negara-negara seperti Ethiopia dapat membuka jalur pertumbuhan yang bermanfaat tidak hanya bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi tetangga mereka dan ekonomi global secara keseluruhan.
Menuju Masa Depan yang Adil dalam Integrasi
Saat komunitas internasional berkumpul, Etiopia membawa pembelajaran praktis dan ambisi strategis. Pengalaman negara ini menunjukkan bagaimana negara-negara yang terkurung daratan dapat mengatasi keterbatasan struktural — bukan melalui isolasi, tetapi melalui kolaborasi, inovasi, dan kepemimpinan yang berkelanjutan.
Bagi negara-negara seperti Etiopia yang penuh semangat, Konferensi Ketiga LLDC memberikan kesempatan untuk menyampaikan keyakinan tersebut dan mengubahnya menjadi kebijakan global yang dapat diambil tindakan.