
Kontroversi Situs Gunung Padang yang Menggemparkan Dunia Arkeologi
Situs Gunung Padang, yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kembali menjadi perhatian setelah pemerintah membuka kembali penelitian di lokasi tersebut. Situs megalitik ini memicu berbagai perdebatan dan kontroversi, salah satunya adalah klaim bahwa usia situs lebih tua dari piramida Mesir. Selain itu, situs ini juga muncul dalam tayangan Netflix 'Ancient Apocalypse', yang menyebutkan kemungkinan besar teknologi pembangunan Gunung Padang berasal dari luar bumi.
Pada tengah Februari lalu, Menteri Pendidikan, Budaya, Pemuda, dan Olahraga (Menbud) Fadli Zon menggelar pertemuan antara para pihak yang memiliki pandangan berbeda mengenai situs ini. Ini merupakan pertama kalinya dua kelompok dengan pendapat berbeda duduk bersama dalam satu forum untuk saling berdiskusi. Dalam acara tersebut, enam peneliti dari dua bidang ilmu yaitu arkeologi dan geologi hadir untuk menyampaikan argumen mereka.
Peneliti arkeolog yang hadir antara lain Dr Junus Satrio Atmodjo, Dr Lutfi Yondri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Dr Ali Akbar, seorang arkeolog sekaligus dosen Universitas Indonesia. Sementara itu, para geolog yang turut hadir adalah Prof Sutikno Bronto, Prof Danny Hilman Natawidjaja, dan Dr Taqyuddin.
Dalam pidato pembukaannya, Menbud menyampaikan bahwa situs Gunung Padang masih menyisakan banyak pertanyaan. Ia menegaskan bahwa tantangan bagi para peneliti adalah untuk mengetahui apa sebenarnya situs ini dan bagaimana bentuknya dahulu. "Apa sebetulnya situs Gunung Padang itu? Dulunya seperti apa?" tanya Fadli Zon.
Ada dua hal utama yang menjadi perbedaan pendapat dalam penelitian situs ini. Pertama, apakah situs megalitik ini dibuat oleh manusia di sekitar atau justru dibentuk oleh alam dan kemudian dimodifikasi oleh warga sekitar. Hal ini penting karena harus dilakukan penelitian mendalam terhadap lapisan tanah, batuan, dan temuan arkeologis lainnya.
Kedua, masalah usia situs Gunung Padang. Isu ini sudah menjadi perdebatan sejak 2011 ketika Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) dibentuk oleh staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Andi Arief, untuk melakukan penelitian intensif Gunung Padang menggunakan pendekatan geologis dan arkeologis.
Dari hasil penelitian yang dipresentasikan oleh Prof Danny Hilman, TTRM mengklaim bahwa Gunung Padang memiliki tiga lapisan budaya yang berbeda. Unit 1 adalah situs yang terlihat saat ini, dengan usia antara 3.000 hingga 4.000 tahun lalu. Unit 2 adalah gundukan tanah urug dan batuan lonjong yang menjadi fondasi situs. Batuan ini diyakini disusun oleh pembuat Gunung Padang dengan usia sekitar 7.500 hingga 8.000 tahun lalu. Unit 3 adalah gundukan terdalam dengan temuan beberapa bola batu. Tes karbon dari temuan ini menunjukkan usia lebih dari 16 ribu tahun.
"Gunung Padang mungkin tempat peradaban tertua," ujar Danny Hilman. Ia menambahkan bahwa inilah inti dari kontroversi sejarah Gunung Padang. Karena umumnya sejarah menempatkan peradaban manusia di Indonesia pada periode 16 ribu tahun lalu sebagai masa prasejarah, belum semaju itu untuk membuat dasar situs sebesar Gunung Padang. "Ini kontroversial utamanya," katanya.
Di sisi lain, Dr Lutfi Yondri dari BRIN menekankan bahwa penelitian Gunung Padang harus didasarkan pada artefak. Jika ada klaim usia yang sangat tua, maka harus dibuktikan melalui artefak tertentu dan konteks lapisan budayanya, bukan hanya lapisan tanah geologi.
Dari penelitian yang ia lakukan, Lutfi lebih percaya bahwa Gunung Padang berusia lebih muda, yaitu abad ke-2 atau pertama sebelum masehi. "Jika disebutkan angka ribuan tahun lalu, dari presentasi tadi, di mana manusianya? Bagaimana budayanya?" tanyanya, mempertanyakan klaim dari Prof Danny Hilman.
Lutfi kemudian menjelaskan bahwa situs Gua Pawon di Jawa Barat adalah situs arkeologi tertua saat ini, dengan usia sekitar 11 ribu tahun. Namun, TTRM justru mengklaim usia Gunung Padang lebih tua dari situs tersebut. Menurut Lutfi, inilah kelemahan dari argumen TTRM terkait usia situs Gunung Padang.
"Manusia ketika itu masih tinggal di gua, belum bisa mengumpulkan batu, dan membentuk kelompok masyarakat. Ini verifikasi arkeologinya," kata Lutfi.
Dr Ali Akbar, dosen arkeologi UI, percaya bahwa situs Gunung Padang bisa setara dengan situs-situs besar dunia yang memiliki predikat 'World Heritage'. Beberapa situs tersebut seperti piramida Mesir, istana Petra di Yordania, monumen batu Stone Henge di Inggris, dan lainnya.
Syaratnya, kata Ali Akbar, situs Gunung Padang harus dilestarikan. Salah satu upaya penting untuk itu adalah membentuk badan khusus yang mengelola dan merencanakan penelitian.
Dr Lutfi Yondri juga menekankan bahwa situs Gunung Padang menunjukkan keunggulan bangsa Indonesia sejak dahulu. "Situs ini menunjukkan bagaimana pencapaian teknologi leluhur tatar Sunda, bagaimana tingginya aspek spiritual mereka di situs itu. Dan tentu saja bagaimana situs itu menjadi bagian dari peradaban Indonesia. Situs ini luar biasa!"