
Perbedaan Generasi dalam Kemampuan Membeli Rumah
Tren diskusi di media sosial kini sedang memperbincangkan kesulitan Generasi Z dalam membeli rumah dibandingkan generasi orang tua mereka. Isu ini mulai menyebar luas setelah seorang pengguna X memicu perbincangan dengan menyebut alasan mengapa Gen Z dinilai lebih sulit memiliki rumah.
Saat ini, komposisi angkatan kerja banyak diisi oleh Generasi Z dan Milenial. Sementara itu, orangtua dari anak muda masa kini umumnya berasal dari Generasi Baby Boomer hingga Generasi X. Sebuah unggahan di X mengungkapkan bahwa alasan orang tua dulu bisa membeli rumah adalah karena tidak terlalu sibuk ke coffee shop, tidak mudah tergoda barang lucu, dan tidak sering melakukan checkout di aplikasi e-commerce.
Unggahan tersebut mencuri perhatian banyak pengguna X, dengan jumlah tontonan yang mencapai 3,5 juta. Banyak warganet merespons dengan bercanda, menambahkan daftar perilaku konsumtif Gen Z seperti top up gim Roblox atau langganan aplikasi premium. Namun, ada juga yang memberikan argumen berbasis data.
Menurut data Numbeo, PIR atau rasio antara harga rumah dan gaji tahunan rata-rata di Jakarta adalah 12,98. Ini berarti seseorang perlu menabung selama 13 tahun tanpa mengeluarkan sepersen pun untuk membeli rumah. Selain itu, harga tanah per meternya dulu belum melebihi 6 bulan gaji orang tua kita.
Alasan Gen Z Sulit Membeli Rumah
Ekonom sekaligus Founder dan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa anggapan Gen Z sulit membeli rumah karena terlalu sering jajan adalah mitos. Ia menekankan bahwa belum ada riset yang membuktikan bahwa jajan kopi membuat seseorang sulit menyicil KPR.
Pada kenyataannya, Gen Z mengalami kerentanan struktural, yang membuat mereka sulit memiliki rumah. Tidak ada bukti riset yang konklusif bahwa jajan kopi membuat orang susah cicil KPR. Yang terjadi adalah Gen Z mengalami situasi lebih kompleks dibandingkan generasi sebelumnya.
Kesulitan dalam Mencari Pekerjaan
Gen Z lebih sulit mencari pekerjaan dibandingkan generasi Baby Boomer. Generasi Baby Boomer pada masa 1960 hingga 1970-an lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Selain itu, Gen Z juga harus menghadapi dampak pandemi Covid-19 yang mengubah struktur sosial ekonomi masyarakat.
Pandemi membuat nilai upah para pekerja semakin menurun. Pendapatan Gen Z sudah lebih rendah dibanding generasi terdahulu karena adanya inflasi serta berbagai pungutan wajib. Misalnya, pendapatan Gen Z makin tergerus inflasi dan pajak. Tren upah secara riil terus turun, terutama setelah pandemi.
Upah yang Tidak Sesuai Standar
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang diolah Celios, kualitas kerja penduduk makin menurun. Proporsi antara upah yang diterima pekerja dengan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) tidak seimbang. Meskipun UMP naik setiap tahun, banyak pekerja yang pendapatannya di bawah UMP.
Proporsi pekerja yang menerima upah di bawah UMP meningkat tajam secara nasional dari 63 persen pada 2021 menjadi 84 persen pada 2024. Atau ada 109 juta pekerja bergaji di bawah UMP. Selain itu, jam kerja para pekerja yang didominasi anak muda juga semakin panjang.
Kebijakan Pemerintah yang Tidak Berpihak
Dengan kondisi yang dialami Gen Z, Bhima berpendapat bahwa mereka tidak punya uang bukan karena nonton konser atau beli kopi. Kebijakan pemerintah tidak berpihak ke Gen Z. Di sisi lain, harga rumah semakin tidak terjangkau karena kurangnya peran pemerintah dalam mengendalikan pasar.
Harga rumah sendiri semakin tahun kian meningkat, tetapi gaji Gen Z hampir tidak mengalami kenaikan setiap tahunnya. Soal rumah yang makin tak terjangkau karena pemerintah tidak kendalikan harga tanah, dan spekulasi properti. Akibatnya kenaikan harga rumah jauh melampaui kenaikan gaji Gen Z rata-rata tiap tahunnya.