Sesuai Prediksi, Persib Hadapi Kekacauan di Setiap Lini

Featured Image

Atmosfer yang Tidak Jelas di Persib Bandung

Liga baru saja dimulai, tetapi suasana di kubu Persib Bandung terasa seperti sedang menghadapi badai. Bagi para penonton yang duduk di tribun, rasanya seperti menyaksikan sebuah drama tanpa naskah—semua terasa tidak jelas, saling teriak tetapi tidak saling mendengar. Dalam tiga pertandingan resmi yang telah dijalani, dua di Super League dan satu di playoff ACL Two, pola permainan Maung Bandung masih jauh dari kata solid. Yang muncul justru rasa frustrasi. Frustrasi bagi pemain, frustrasi bagi pelatih, dan tentu saja frustrasi bagi bobotoh.

Komunikasi Antar Lini: Hilang di Udara

Jika komunikasi adalah kunci keberhasilan dalam sepak bola, maka Persib sepertinya lupa membawa kunci itu ke lapangan. Hubungan antar lini—dari belakang ke tengah, lalu ke depan—terasa renggang. Tidak ada alur yang rapi. Tidak ada orkestrasi yang indah. Yang ada malah seperti band tanpa konduktor: masing-masing main sendiri, saling menunggu, saling salah paham.

Ketika bek menguasai bola, gelandang sering tidak siap menerima. Saat gelandang memegang kendali, striker entah berada di mana. Hasilnya? Bola mudah direbut lawan, serangan mandek di tengah jalan, dan peluang tercipta lebih karena keberuntungan ketimbang perencanaan. Dalam dua laga awal liga, pola ini terus berulang. Begitu juga di pertandingan krusial melawan wakil Filipina di playoff ACL Two, yang seharusnya menjadi ajang pembuktian justru berubah menjadi tontonan yang bikin geleng-geleng kepala.

Jika ini hanya masalah adaptasi, mungkin wajar. Tetapi bukankah training center di Thailand dan persiapan pramusim semestinya mengantisipasi fase seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan ini terus terngiang di kepala bobotoh, tapi jawabannya belum terlihat.

Brazilian Connection yang Gagal Terkoneksi

Sejak Persib mendatangkan pemain-pemain Brasil, ada harapan besar: kita akan melihat samba football di lapangan. Bola-bola pendek, teknik indah, kreativitas tanpa batas. Setidaknya, ekspektasi itulah yang terbangun. Tetapi tiga pertandingan berlalu, dan yang kita saksikan justru sesuatu yang jauh dari kata harmoni.

Alih-alih Brazilian connection, yang terlihat justru Brazilian disconnection. Bukannya saling paham, mereka tampak seperti saling asing. Operan tak mengalir, kombinasi tak terbentuk. Entah salah siapa, apakah Bojan gagal memberi arahan yang jelas, atau pemain yang tidak punya waktu cukup untuk beradaptasi. Yang jelas, ini problem besar.

Dan di tengah semua itu, ada sosok Marcilio. Pemain yang datang dengan ekspektasi tinggi, skillfull, dan kode-kode indah saat akan bergabung dengan Persib. Tetapi apa yang terjadi? Tiga laga pertama justru menunjukkan wajah berbeda: underperform, minim kontribusi, dan bahkan terkesan kehilangan arah. Ada yang menyebut dia kena star syndrome—terlalu sibuk dengan bayangannya sendiri, bayangan Maung lebih tepatnya. Entahlah. Yang pasti, dia belum menunjukkan tanda-tanda sebagai pembeda. Malah saat Marcilio ditarik keluar, permainan lebih mengalir dari tengah ke depan, dan gol terjadi seperti lawan Semen Padang, Manila Digger dan Persijap Jepara, sebuah kebetulan atau memang skema dengan adanya Marcilio tidak berjalan efektif? Silahkan dicermati.

Rasa Frustrasi yang Menyebar

Setelah kekalahan melawan Jepara, rasa frustrasi rasanya bukan hanya milik bobotoh yang rela datang jauh-jauh ke Jepara menyaksikan laga tandang. Frustrasi ini juga tampak di lapangan. Pemain terlihat kebingungan, gestur tubuh mereka sering menunjukkan rasa tak puas. Ketika serangan gagal, mereka saling menoleh dengan wajah kecewa. Ini alarm bahaya: ketika mental goyah, chemistry tak akan terbentuk, pekerjaan rumah besar menanti Bojan dan tim pelatih.

Pelatih pun berada di persimpangan jalan. Mengandalkan nama besar saja tidak cukup. Menunggu waktu? Liga berjalan cepat, dan Persib tidak punya banyak waktu untuk terlambat panas, apalagi mulai bulan Oktober Persib juga akan menjalani pertandingan fase grup ACL Two, di mana lawan memiliki kualitas di atas klub-klub di Indonesia, kalau masalah chemistry ini belum selesai, mungkin lawan di ACL Two akan menyelesaikan Persib di fase grup. Setiap poin yang hilang bisa jadi kehilangan gelar dan posisi Asia di akhir musim.

Haruskah Kita Turunkan Ekspektasi?

Di titik ini, pertanyaan besar muncul: apakah bobotoh harus menurunkan ekspektasi? Apakah musim ini hanyalah masa transisi, sekadar pemanasan sebelum mesin benar-benar panas di musim berikutnya? Pertanyaan ini menyakitkan, tapi realistis.

Persib memang dihuni wajah-wajah baru. Adaptasi jelas butuh waktu. Tetapi klub sekelas Persib selalu berada dalam tekanan untuk menang. Selama ini tidak ada istilah proyek jangka panjang di mata bobotoh yang lapar prestasi. Apalagi, kompetisi musim ini tidak memberi ruang terlalu luas bagi tim yang terlambat bangkit. Tapi sepertinya musim ini kita harus rela melihat Persib mengalami turbulensi hebat.

Jika masalah komunikasi dan chemistry ini tidak segera diatasi, Persib akan terus terjebak dalam turbulensi. Dan turbulensi, kalau dibiarkan terlalu lama, bisa menjatuhkan pesawat.

Tidak ada solusi instan, tetapi ada langkah cepat yang bisa dilakukan. Pertama, Bojan harus menetapkan skema permainan yang sederhana tapi efektif. Jangan memaksakan skema kompleks kalau pemain belum siap. Kedua, perbaiki komunikasi. Ini mungkin klise, tapi sepak bola adalah permainan kolektif. Tanpa komunikasi, strategi hanyalah gambar di papan tulis.

Ketiga, tegaskan peran masing-masing pemain, terutama trio Brasil. Mereka direkrut bukan untuk jalan-jalan di Braga ataupun Dago, tapi untuk jadi motor penggerak. Kalau memang Marcilio belum siap mental, jangan ragu untuk mencadangkannya sementara. Nama besar tidak boleh jadi beban tim.

Dan yang terakhir, Persib harus segera menemukan identitasnya kembali. Apakah ini tim yang bermain menunggu? Tim yang dominan dengan penguasaan bola? Atau tim yang mengandalkan kecepatan serangan balik? Tanpa identitas yang jelas, Persib hanya akan jadi tim besar dengan permainan kecil.

Sepak bola selalu memberi ruang untuk berharap. Bobotoh adalah saksi setia bahwa badai pasti berlalu, hujan ge aya raatna. Tapi harapan bukan berarti buta. Kritik harus dilontarkan, bukan untuk menjatuhkan, tetapi agar semua sadar bahwa Persib bukan tim kemarin sore.

Musim ini mungkin terasa berat, penuh frustasi. Tapi siapa tahu, dari turbulensi inilah lahir kesolidan baru. Siapa tahu, setelah hujan yang panjang, pelangi akan muncul di atas langit Bandung. Dan ketika hari itu tiba, semua rasa kecewa akan terbayar lunas. Sampai saat itu datang, mari kita nikmati drama di musim ini—meski sambil menghela napas panjang.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال

Bot Trading Spot Binance dan Bitget

Bot perdagangan crypto menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dapat membantu Anda dalam melakukan perdagangan crypto di Market Spot (Bukan Future) secara otomatis dengan mudah dan efisien serta anti loss. Sistem Aiotrade terintegrasi dengan Exchange terbesar di dunia (Binance dan Bitget) melalui Manajemen API.