
Penetapan Muhammad Riza Chalid sebagai DPO oleh Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Agustus 2025. Keputusan ini diambil setelah MRC tidak memenuhi panggilan penyidik terkait kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa penyidik sudah memberikan kesempatan bagi MRC untuk memenuhi kewajiban hukumnya. Namun, MRC tidak hadir dalam tiga kali pemanggilan. "Pertama, yang jelas terhadap MRC, Penyidik pada gedung bundar telah menetapkan DPO per tanggal 19 Agustus 2025," ujar Anang saat berbicara Jumat (22/8).
Anang menjelaskan bahwa pihak Kejagung sedang memproses pengajuan Red Notice untuk MRC. Red Notice adalah permintaan internasional untuk mencari dan menangkap seseorang yang ingin dibawa ke negara lain untuk proses hukum. "Terhadap yang bersangkutan, di mana telah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 kali. Dan saat ini sedang dalam proses pemrosesan untuk Red Notice," tambahnya.
Saat ini, pihak Kejagung sedang bekerja sama dengan Interpol untuk mempercepat pencarian dan penangkapan MRC. "Kalau sudah dapat, sudah sedang dibicarakan dengan Interpol, NCBC-nya," kata Anang.
Latar Belakang Kasus Korupsi yang Menjerat MRC
Muhammad Riza Chalid merupakan seorang pengusaha migas yang diketahui sebagai pemilik PT Orbit Terminal Merak, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penyimpanan dan logistik energi. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina (Persero), Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018–2023.
Penetapan status tersangka terhadap MRC dilakukan bersama delapan orang lainnya, yang diumumkan oleh Kejagung pada Kamis (10/7) malam. Sampai saat ini, total tersangka dalam kasus ini mencapai 18 orang. Di antara tersangka tersebut termasuk sejumlah petinggi dan mantan pejabat Pertamina serta perwakilan perusahaan mitra bisnis.
Dampak Kasus Terhadap Negara
Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp 285 triliun. Hal ini menunjukkan betapa besar skala dugaan korupsi yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Kejaksaan Agung terus memperkuat upaya penuntutan agar pelaku bisa dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Proses penanganan kasus ini juga menjadi perhatian publik, karena melibatkan banyak pihak dari sektor swasta dan pemerintahan. Selain itu, langkah Kejaksaan Agung untuk menetapkan MRC sebagai DPO menunjukkan komitmen mereka dalam menegakkan hukum dan memastikan keadilan.
Tindakan Lanjutan yang Dilakukan Kejagung
Selain berkoordinasi dengan Interpol, Kejagung juga melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Proses penyidikan akan terus berlangsung hingga semua fakta terungkap dan para tersangka dapat diproses secara hukum.
Dalam beberapa waktu ke depan, masyarakat diharapkan tetap waspada dan mengikuti perkembangan kasus ini melalui saluran resmi Kejaksaan Agung. Dengan adanya transparansi dan kejelasan informasi, diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia.