
Peran Kiai Abbas dalam Revolusi Surabaya 1945
Pada hari Kamis (21/8/2025), sebuah acara bedah buku yang bertajuk "Dari Pesantren ke Medan Perang: Kiprah Kiai Abbas Buntet dalam Revolusi Surabaya 1945" digelar di kampus UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Acara ini menyoroti sosok KH Abbas Abdul Jamil, seorang ulama asal Buntet Pesantren Cirebon, yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Buku karya Prof Usep Abdul Matin ini menyajikan narasi sejarah yang kaya akan detail mengenai perjalanan hidup Kiai Abbas. Mulai dari pendidikannya hingga latar belakang keluarganya, serta kontribusinya dalam pertempuran 10 November 1945. Selain itu, buku ini juga menjelaskan bagaimana pesantren dan rakyat sipil berperan sebagai motor penggerak perjuangan kemerdekaan RI.
Menurut Prof Usep, acara bedah buku ini menjadi bentuk apresiasi masyarakat, khususnya kalangan akademik, terhadap upaya penguatan pengusulan KH Abbas sebagai calon pahlawan nasional. Ia menegaskan bahwa Kiai Abbas telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2025 ini.
Nilai perjuangan Kiai Abbas tidak hanya relevan pada masa lalu, tetapi juga menjadi kelanjutan dari tradisi perlawanan Cirebon sejak era kerajaan. Ia dianggap sebagai sosok yang berhasil menaklukkan penjajah dan membebaskan bangsa dari belenggu kolonial.
Sosok Seorang Ulama Pejuang
Penggagas pengusulan Kiai Abbas sebagai Pahlawan Nasional, Prof KH Asep Saifudin Chalim, menjelaskan bahwa Kiai Abbas bukan hanya seorang ulama pengajar, tetapi juga panglima perang yang turun langsung ke medan tempur. Menurutnya, Kiai Abbas adalah ulama pejuang yang mengukir sejarah dengan resolusi jihad dan tindakan nyata di lapangan.
Rektor UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Prof H Aan Jaelani, menyebut bahwa momen bedah buku ini membawa motivasi bagi civitas akademika. Ia menekankan bahwa peristiwa 10 November 1945 tidak bisa dilepaskan dari peran KH Abbas. Menurutnya, perpaduan antara pendidikan agama dan umum yang dilakukan oleh Kiai Abbas membuatnya layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Dukungan dari Keluarga dan Santri
Selain dukungan dari akademisi, acara ini juga dihadiri oleh tokoh masyarakat, santri, dan ulama. Dukungan juga datang dari keluarga besar Kiai Abbas. Cicitnya, KH Mustahdi Abdullah Abbas, menilai bahwa gelar pahlawan nasional bukan hanya untuk kepentingan pribadi leluhurnya, tetapi juga sebagai warisan penting bagi bangsa. Ia menegaskan bahwa gelar tersebut penting bagi generasi bangsa untuk merawat semangat dan menumbuhkan sikap kebangsaan.
Penjabat Ketua YLPI Buntet Pesantren, KH Aris Ni’matullah, mengungkapkan bahwa perjuangan Kiai Abbas lahir dari keikhlasan. Menurutnya, Kiai Abbas sendiri tidak menginginkan gelar pahlawan. Seperti orang tua yang memberikan jiwa raganya untuk anak, Kiai Abbas tidak mengharap balasan. Namun, sebagai santri, ia ingin menempatkan Kiai Abbas pada posisi yang sebenarnya.
Keberanian dan Komitmen terhadap Kemerdekaan
Kiai Aris menambahkan bahwa keberangkatan Kiai Abbas ke Surabaya pada 1945 adalah bukti nyata keberpihakan pada kemerdekaan. Meskipun jaraknya jauh, ia tetap berangkat. Ini bukan soal sunah atau kifayah, tapi soal penjajahan yang harus hengkang dari Nusantara.
Acara bedah buku ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi, ulama, santri, dan tokoh masyarakat. Semua berharap langkah ini dapat mengantarkan KH Abbas Abdul Jamil Buntet sebagai Pahlawan Nasional dari Cirebon. Kiai Abbas bukan sekadar tokoh agama, tetapi juga ulama pejuang yang mengukir sejarah dalam pertempuran heroik Surabaya 1945.