
Jejak Digital Bupati Pati dan Kontroversi dengan Trio Srigala
Jejak digital Bupati Pati, Sudewo, kini menjadi sorotan setelah munculnya isu bahwa ia terlibat dalam kejadian yang viral di media sosial. Keterkaitannya dengan grup penyanyi dangdut Trio Srigala menambah panasnya situasi yang sedang berlangsung di Kabupaten Pati.
Pada 9 Juni 2025, Trio Srigala tampil di Pendopo Kabupaten Pati. Penampilan mereka yang dinilai energik dan penuh atraksi membuat video tersebut viral di media sosial. Namun, penampilan ini juga memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Bupati Sudewo sendiri.
Sudewo mengaku terkejut dengan penampilan Trio Srigala dan menyampaikan permintaan maaf. Ia menegaskan bahwa atraksi tersebut tidak layak dilakukan di Pendopo Kabupaten. Meski demikian, pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari salah satu personel Trio Srigala, yaitu Lia Ladysta.
Lia mengungkapkan kekecewaannya terhadap pernyataan Sudewo. Menurutnya, pernyataan tersebut terkesan seperti mencuci tangan. Ia menilai bahwa Sudewo seharusnya menjelaskan kronologis secara jujur, bukan hanya menganggap kesalahan sepenuhnya ada pada Trio Srigala.
Selain itu, Lia mengungkapkan bahwa banyak job yang dibatalkan setelah penampilannya di Pati viral. Ia juga menyebut bahwa Trio Srigala tidak diberi bayaran untuk tampil di acara tersebut. Hal ini menimbulkan rasa sakit hati dan kekecewaan di antara anggota grup.
Kini, Bupati Sudewo mendapat tekanan besar dari warga Pati agar mundur dari jabatannya. Isu pemakzulan juga mulai muncul, yang akhirnya memicu pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket oleh DPRD Kabupaten Pati.
Proses pemakzulan ini didasarkan pada beberapa dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh masyarakat. Salah satu isu utamanya adalah kebijakan kenaikan pajak PBB-P2 hingga 250 persen, yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.
Proses Pemakzulan Bupati Pati
DPRD Kabupaten Pati telah membentuk Pansus Hak Angket untuk menyelidiki kebijakan-kebijakan yang diduga bermasalah. Hak angket ini merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten yang penting dan strategis serta berdampak luas.
Sebelumnya, puluhan ribu warga Pati turun ke jalan dalam aksi demo besar-besaran menuntut agar Bupati Sudewo mundur. Aksi ini dipicu oleh kebijakan kenaikan pajak yang dinilai tidak proporsional.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses pemakzulan yang sedang berlangsung. Ia menekankan bahwa semua tahapan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, proses pemakzulan kepala daerah harus dilakukan secara transparan dan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan.
Selain masalah pajak, DPRD Pati menyebut ada sekitar 22 tuntutan yang disampaikan peserta unjuk rasa. Dari jumlah tersebut, kemudian dirangkum menjadi 12 poin dugaan pelanggaran yang dilakukan Bupati Sudewo.
Komentar dari Warga dan Masyarakat
Beberapa warga Pati menyampaikan pendapat mereka mengenai situasi saat ini. Mereka merasa bahwa Bupati Sudewo tidak cukup responsif terhadap keluhan masyarakat. Beberapa bahkan menyebut bahwa kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.
Dalam sebuah postingan di media sosial, Lia Ladysta menulis bahwa doanya terkabul lewat nasib Bupati Sudewo saat ini. Ia menyampaikan bahwa kejadian ini memberikan balasan bagi kekecewaan yang dialaminya selama ini.
Ia juga menyoroti bahwa penampilan Trio Srigala di Pendopo Kabupaten Pati tidak layak dilakukan. Namun, ia tetap merasa bahwa penampilan tersebut tidak sepenuhnya salah dan seharusnya tidak sampai memicu penolakan yang begitu keras.
Tidak hanya itu, Lia juga mengungkapkan bahwa banyak job yang dibatalkan karena dampak dari kejadian tersebut. Ia merasa bahwa Trio Srigala tidak mendapatkan penghargaan yang layak atas kerja keras mereka.
Kesimpulan
Isu kontroversi yang melibatkan Bupati Pati, Sudewo, dan Trio Srigala semakin memperburuk situasi di Kabupaten Pati. Proses pemakzulan yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi bisa menerima kebijakan yang dianggap tidak adil.
Meski demikian, proses pemakzulan harus tetap dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Semua pihak diharapkan dapat menjaga keharmonisan dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi.