
Tindakan yang Benar Saat Terjadi Gempa Bumi
Saat gempa bumi terjadi, kebanyakan orang langsung berlari keluar gedung. Namun, tindakan ini justru bisa berbahaya. Ahli Konstruksi sekaligus Dewan Pembina Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Davy Sukamta, menjelaskan bahwa gempa biasanya berlangsung hanya sekitar 30 hingga 60 detik. Meskipun demikian, efek guncangan pada bangunan masih terasa dan membutuhkan waktu untuk kembali stabil.
Davy mengingatkan bahwa dalam waktu singkat tersebut, penghuni gedung mungkin belum sempat mencapai tangga darurat. Akibatnya, saat gempa sudah berhenti, mereka masih dalam situasi yang rentan. Oleh karena itu, tindakan yang lebih aman adalah mencari tempat yang kokoh, seperti di bawah meja atau area yang tidak berisiko jatuhnya benda-benda dari atas.
Bahaya bagi Lansia Saat Evakuasi
Tindakan evakuasi mendadak selama gempa bisa sangat berbahaya, terutama bagi lansia. Mereka sering kali memiliki kondisi kesehatan yang tidak stabil, seperti penyakit jantung, sehingga sulit berjalan jauh. Davy menyarankan agar para pemilik gedung tidak langsung memerintahkan evakuasi tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi.
Penting untuk mengetahui perbedaan antara guncangan besar dan guncangan ringan. Guncangan besar ditandai dengan jatuhnya benda-benda seperti televisi, bingkai foto, buku, dan kursi yang bergeser. Sementara itu, guncangan ringan hanya terasa melalui goyangan lampu gantung atau suara derik dari kulit bangunan. Kondisi ini bisa membuat masyarakat panik, terutama karena material bangunan seperti aluminium cenderung menghasilkan suara yang menyeramkan.
Peristiwa Gempa Karawang
Beberapa waktu lalu, gempa bumi tektonik terjadi di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Gempa ini terjadi pada Rabu, 20 Agustus 2025, pukul 19:54:55 WIB. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa memiliki magnitudo 4,7. Episenter gempa berada di koordinat 6,52 LS dan 107,25 BT, tepatnya di darat, 19 kilometer tenggara Kabupaten Bekasi, dengan kedalaman 10 kilometer.
Gempa ini termasuk jenis gempa dangkal yang dipicu oleh sumber gempa sesar naik busur belakang Jawa Barat (West Java back arc thrust atau WJBT). Sesar ini mencakup beberapa daerah aktif dan menjadi fokus perhatian para ahli geologi.
Apa Itu Sesar Baribis?
Sesar Baribis merupakan bagian dari sistem patahan yang lebih besar, yaitu Java Back-Arc Thrust (JBT). Sistem ini membentang dari timur ke barat Pulau Jawa dan memiliki hubungan dengan Sesar Kendeng di Jawa Timur. Sesar ini terbentuk akibat tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia.
Aktivitas sesar Baribis telah berlangsung selama jutaan tahun. Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa wilayah barat, termasuk dekat Cirebon hingga Jakarta, baru aktif pada zaman geologi yang relatif muda, sekitar akhir Pleistosen. Hal ini membuat sesar ini menjadi salah satu wilayah yang perlu diperhatikan karena dekat dengan kota-kota besar seperti Jakarta.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Febty Febriani, menyebut bahwa sesar Baribis penting karena lokasinya yang dekat dengan penduduk padat. Dalam makalah yang ditulis oleh Sonny Aribowo dan rekan-rekannya di AGU Journals, disebutkan bahwa sesar ini adalah patahan berjenis dorong (thrust fault) yang dapat memicu gempa bumi jika aktivitasnya meningkat.