
Oleh Hannah Betty AMANKRAH
Pada Jumat, 18 Juli 2025, Fakultas Jurnalisme dan Studi Media di Universitas Media, Seni, dan Komunikasi (UNIMAC-IJ) menjadi pusat pemikiran masa depan.
Kampus menyelenggarakanFuturistikSimposium Teknologi dan Pemuda Afrika (FAYATS), sebuah acara yang mengubah permainan yang diadakan bekerja sama dengan EMATECH Academy International (Amerika Serikat).
Simposium ini bertujuan untuk menutupi kesenjangan antara jurnalisme tradisional dengan dunia kecerdasan buatan (AI) yang sedang berkembang, mempersiapkan generasi berikutnya profesional media untuk era digital.
Pembicara dan visinya
Pusat perhatian acara tersebut adalah pidato utama yang menarik olehTuan Ebako Mukwele, CEO dari MKNet Consulting LLC dan EMATECH Academy International. Dalam kuliahnya yang berjudul "Memicu Perubahan dan Mendorong Siswa Abad 21 dengan Solusi IT Inovatif untuk Pembangunan Berkelanjutan," Tuan Mukwele meminta para siswa untuk melihat alat-alat hebat yang mereka bawa setiap hari: ponsel pintar mereka. Ia menekankan bahwa perangkat ini bukan hanya untuk media sosial tetapi merupakan alat yang kuat untuk koneksi global dan inovasi. “Tujuan saya adalah mendidik generasi muda untuk menjadi ahli dalam teknologi abad ke-21," kata Tuan Mukwele, menetapkan nada yang kuat untuk hari itu. Ia berargumen bahwa untuk Afrika berkembang, generasi muda harus tidak hanya mengonsumsi teknologi tetapi juga menjadi pencipta dan ahli dalam menggunakan teknologi tersebut untuk menyelesaikan masalah lokal.
Peran AI di ruang redaksi modern
Tuan Mukwele menyelami aplikasi praktis AI dalam jurnalisme. Ia menjelaskan AI, menjelaskan bagaimana AI dapat menjadi asisten yang tak ternilai bagi jurnalis. Ia menekankan bahwa alat-alat ini tidak datang untuk menggantikan jurnalis tetapi untuk meningkatkan kemampuan mereka. "AI dapat secara signifikan meningkatkan akurasi dan keaslian dalam peliputan," katanya. Ia meminta para jurnalis muda di antara penonton untuk memanfaatkan alat AI untuk tugas-tugas penting sepertimengedit artikel, memverifikasi informasi, dan menganalisis dataset besarsebelum didistribusikan. Pesan intinya jelas: AI adalah mitra yang dapat memperkuat jurnalis untuk menghasilkan konten berkualitas tinggi yang diverifikasi fakta secara lebih efisien, memberi mereka waktu untuk fokus pada investigasi dan cerita yang mendalam.
Dialog yang hidup: Pertanyaan dan perspektif
Pembicaraan diikuti oleh sesi tanya jawab yang penuh semangat, yang menyoroti campuran antusiasme dan kecemasan di kalangan peserta.
Tuan Emmanuel Adjetey, seorang peserta, mengangkat poin yang memikat tentang tantangan yang ditimbulkan oleh AI terhadap integritas jurnalisme, meskipun mengakui manfaat besar AI dalam analisis data. Pertanyaannya memicu diskusi tentang tanggung jawab etis yang datang bersama dengan teknologi baru ini. Dampak positif terhadap siswa terasa jelas. Miss Celestine, seorang mahasiswa tingkat 300, berbagi antusiasmenya setelah acara tersebut. "Saya benar-benar menikmati programnya," katanya. "Ini sangat edukatif, dan saya belajar bahwa AI tidak terlalu buruk setelah semua." Komentarnya mencerminkan perasaan banyak orang yang datang dengan keraguan tetapi pergi dengan rasa penasaran yang baru.
Refleksi seorang siswa: Pelajaran yang saya peroleh dari FAYATS
Sebagai seorang mahasiswa jurnalistik di UNIMAC-IJ dan peserta, simposium ini bukan hanya sekadar kuliah; ini adalah panggilan untuk bertindak. Awalnya, konsep AI terasa jauh dan mungkin bahkan mengancam bagi keterampilan kreatif jurnalistik yang sedang saya pelajari. Namun, presentasi Tuan Mukwele mengubah persepsi tersebut.
Mendengar dia menjelaskan bagaimana AI dapat digunakan untuk pekerjaan berulang dari pemeriksaan fakta dan penyaringan data membuat saya menyadari potensi sejatinya. Ini adalah alat yang dapat menangani "pekerjaan berat," memungkinkan kami, jurnalis masa depan, untuk fokus pada aspek manusia dari cerita kami: wawancara, konteks emosional, dan kerangka etis. Saya meninggalkan simposium bukan dengan rasa takut akan digantikan, tetapi dengan ambisi untuk menguasai alat-alat ini agar menjadi jurnalis yang lebih efektif dan efisien.
Masa depan yang menjanjikan
Simposium ini ditutup dengan pidato dari Profesor Etse Sikanku, Dekan Fakultas Ilmu Jurnalisme dan Studi Media (FOJAMS). Ia menyatakan kepuasannya terhadap acara tersebut dan harapannya kepada para mahasiswa. "Saya berharap mahasiswa saya memperoleh pengetahuan dan mulai menggunakan AI secara efektif," katanya. FAYATS 2025 berhasil mencapai misinya. Acara ini memicu diskusi penting, memberikan pengetahuan praktis kepada mahasiswa, serta memperkuat pentingnya menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Bagi generasi muda Afrika, pesannya adalah pemberdayaan: masa depan milik mereka yang berani berinovasi, dan dengan menerima AI, kita dapat memimpin perubahan menuju benua yang lebih cerdas dan terhubung.
Kesimpulan: Sebuah panggilan untuk bertindak
Simposium Afrika Masa Depan, Pemuda dan Teknologi berakhir dengan pesan yang kuat: masa depan milik mereka yang berani berinovasi. Bagi mahasiswa jurnalistik seperti saya, ini berarti menerima AI bukan sebagai pengganti wawasan manusia, tetapi sebagai penguat yang kuat dari kemampuan kami.
Sementara Afrika bergerak menuju masa depan yang lebih terhubung, inisiatif seperti FAYATS memainkan peran penting dalam memberdayakan profesional muda dengan pengetahuan dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk berkembang di dunia yang semakin digital.
Simposium ini mengingatkan kita bahwa kita bukan hanya konsumen pasif dari teknologi, di mana kita memiliki potensi untuk menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin dalam membentuk bagaimana AI melayani komunitas Afrika. Tantangannya sekarang terletak pada menerjemahkan wawasan ini menjadi tindakan, memastikan antusiasme yang dihasilkan selama FAYATS berubah menjadi pengembangan keterampilan yang nyata dan penerapan alat AI yang bijaksana dalam praktik jurnalisme kita.
Hannah Betty Amankrah
Mahasiswa, UNIMAC-IJ
Email: hannahbettyaman@gmail.com
Tel: 0593103390
Disediakan oleh SyndiGate Media Inc. (Syndigate.info).