
Kabupaten Kupang Menghadapi Darurat Rabies
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini menghadapi situasi darurat akibat meningkatnya kasus gigitan anjing rabies yang menimbulkan korban jiwa. Angka ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah setempat, terutama di Kabupaten Kupang.
Dari data yang diperoleh, selama enam bulan pertama tahun 2025, tercatat sebanyak 814 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang. Dari jumlah tersebut, satu orang meninggal dunia di Kecamatan Kupang Timur. Angka ini mendekati total kasus GHPR sepanjang tahun 2024 yang mencapai 863 kasus.
Pada tahun lalu, tiga korban jiwa tercatat meninggal akibat rabies, masing-masing dua orang di Kecamatan Amabi Oefeto Timur dan satu orang di Amarasi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit rabies masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
Upaya Pemerintah dalam Pencegahan Rabies
Pemerintah Provinsi NTT telah memberikan instruksi untuk mengatasi masalah ini. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain:
- Larangan melepas anjing, kucing, dan kera dari tanggal 1 September hingga 1 November 2025.
- Vaksinasi massal terhadap hewan penular rabies.
- Edukasi publik tentang bahaya rabies dan cara pencegahan.
Selain itu, masyarakat juga diminta untuk lebih waspada dan melakukan langkah-langkah pencegahan sendiri. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan:
- Vaksinasi hewan peliharaan secara rutin.
- Jangan biarkan hewan liar berkeliaran di lingkungan sekitar.
- Jika tergigit, segera cuci luka dengan sabun dan air.
- Segera ke puskesmas atau rumah sakit untuk vaksin anti rabies.
Data Penanganan Kasus Rabies di Kabupaten Kupang
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang menunjukkan bahwa sebagian besar korban sudah melakukan penanganan awal, namun masih ada yang terlambat. Berikut rincian data penanganan:
- Cuci luka di bawah 12 jam dilakukan pada 708 orang (13,1 persen), sementara cuci luka di atas 12 jam pada 106 orang (18,9 persen).
- Untuk Vaksinasi Anti Rabies (VAR), tingkat kepatuhan masyarakat bervariasi:
- Pelayanan VAR H0: 98,6 % (803 orang)
- Pelayanan VAR H7: 64,5 % (505 orang)
- Pelayanan VAR H21: 2,1 % (17 orang)
- Belum atau menolak VAR: 1,8 % (11 orang)
Selain itu, pelayanan Serum Anti Rabies (SAR) diberikan kepada 32 kasus atau 3,4 persen dari total GHPR.
Sebaran Kasus di Berbagai Wilayah
Sebaran kasus GHPR cukup merata di berbagai kecamatan dan desa. Desa dengan kasus tertinggi adalah Oesao (145 kasus), disusul Naibonat (98 kasus), Camplong (97 kasus), Tarus (73 kasus), dan Oenutnono (55 kasus). Selain itu, seperti Takari (44 kasus), Baumata (41 kasus), Sulamu (27 kasus), serta daerah perbatasan Oepoli (14 kasus) dan Naikliu (1 kasus).
Kasus rabies yang terus meningkat memperkuat pentingnya kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit ini. Setiap warga yang digigit hewan harus segera melakukan cuci luka dan vaksinasi anti rabies sampai tuntas. Dengan upaya bersama, diharapkan angka kasus rabies dapat diminimalisir dan mencegah korban jiwa tambahan.