Penetapan Pemenang PSU Pilgub Papua 2024
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua telah secara resmi menetapkan pasangan Mathius Fakhiri-Aryoko Rumaropen (MARI-YO) sebagai pemenang Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua 2024. Penetapan ini dilakukan setelah KPU Papua menggelar rapat pleno hasil penghitungan suara di kantornya pada Rabu (20/8/2025) malam.
Hasil PSU tersebut menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk kalangan aktivis dan pengamat politik. Salah satunya adalah Direktur Eksekutif NSL Political Strategic and Campaign, Nasarudin Sili Luli, yang menyatakan bahwa hasil PSU justru menunjukkan kegagalan penyelenggara pemilu. Ia menilai bahwa PSU yang seharusnya menjadi jalur sah bagi rakyat Papua justru dipenuhi manipulasi berulang.
Nasarudin mengungkapkan bahwa pelanggaran yang terjadi mencakup berbagai bentuk seperti politik uang, penyalahgunaan wewenang, ketidaknetralan penyelenggara pemilu, serta keterlibatan aparat. Menurutnya, pemilu yang sehat harus memastikan kesetaraan peluang bagi semua kandidat. "Bagaimana bisa ada kesetaraan jika negara dan aparat pemerintah menjadi alat bagi mereka yang terafiliasi dengan calon tertentu?" tanyanya.
Ia menekankan bahwa putusan PSU Pilkada Papua seharusnya menjadi refleksi bahwa proses pemilihan masih pincang. Nasarudin juga menyatakan bahwa setiap PSU yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah bukti kegagalan penyelenggara pemilu. Ia merasa heran karena banyak daerah gagal menyelenggarakan pilkada secara jujur dan adil, tetapi tidak ada satu pun pejabat KPU atau Bawaslu yang dimintai pertanggungjawaban.
Menurutnya, lemahnya proses seleksi calon juga menjadi masalah utama dalam PSU Papua. Selain itu, pengawasan Bawaslu Papua juga patut dipertanyakan karena cenderung reaktif, bukan preventif. "Bawaslu kan seharusnya aktif mencegah kecurangan sejak dini, bukan hanya mencatat pelanggaran setelah semuanya terjadi," katanya.
Meskipun demikian, Nasarudin berharap semua pihak bisa lebih dewasa menyikapi hasil PSU Pilkada Papua. Ia menjelaskan bahwa perbedaan pilihan politik adalah hal lazim dalam demokrasi yang tidak perlu berlarut-larut. "Justru ketika BTM-CK memberikan selamat kepada MDF-AR itu adalah sikap negarawan," ujarnya.
Nasarudin menganggap bahwa jika BTM-CK memilih menempuh jalur hukum dengan menggugat SK KPU Papua ke MK, hal itu merupakan bagian dari hak konstitusional. Menurutnya, protes dan aksi jalanan harus memasuki ruang yang lebih elegan, yaitu di ruang Mahkamah Konstitusi. "Yang pasti pihak yang menggugat (BTM-CK) wajib membuktikan semua kecurangan yang didalilkan selama proses berlangsung. Sebagaimana frasa 'Actori incumbit probatio' yang berarti 'siapa yang menggugat, dia yang membuktikan. Begitulah kita bernegara," tandasnya.