
Isu Demo Besar-Besaran di Indonesia
Saat ini, isu demo besar-besaran dengan tajuk "Revolusi Rakyat Indonesia" sedang ramai dibicarakan di media sosial. Banyak pengguna ponsel yang merasa kaget karena pesan tersebut menyiratkan bahwa aksi ini akan berjalan keras dan mungkin berujung pada kerusuhan. Beberapa orang khawatir, seperti kejadian Mei 1998, di mana aksi demo berakhir dengan bakar-bakaran ruko dan penjarahan.
Demo ini menyerukan partisipasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk buruh, petani, dan mahasiswa. Mereka menginginkan pembubaran DPR sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem yang dinilai tidak transparan. Selain itu, mereka juga menuntut pengusutan kasus dugaan korupsi keluarga mantan Presiden Joko Widodo serta pemakzulan Gibran Rakabuming Raka. Pesan tersebut juga meminta DPR untuk menjalankan tugasnya sebagai kontrol pemerintah.
Tidak hanya itu, ajakan demo ini juga menyoroti isu-isu penting lainnya, seperti kenaikan pajak, polemik utang negara, hingga ketimpangan kesejahteraan antara DPR dengan masyarakat umum.
Tanggapan dari KSPSI
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, menyatakan bahwa organisasinya tidak akan ikut dalam rencana aksi 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI. Menurut Jumhur, aksi tersebut tidak jelas siapa penanggung jawabnya dan apa isu yang diusung. Ia menegaskan bahwa pihaknya melarang anggotanya untuk mengikuti aksi tersebut.
Jumhur menilai bahwa jika tidak ada penanggung jawab yang jelas, aksi 25 Agustus berpotensi menjadi anarkis dan menciptakan situasi rusuh yang bisa berujung pada pertarungan politik elite. Ia menekankan bahwa hal ini bisa mengorbankan rakyat demi kepentingan politik elit.
Selain itu, Jumhur menilai bahwa sistem politik Indonesia lebih berat pada kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, jika ada keperluan menuntut perubahan kebijakan, lebih tepat bila diarahkan pada pemerintah. Saat ini, pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, sedang berjuang keras untuk menghadirkan keadilan dan pemberantasan korupsi.
Demo Partai Buruh dan BEM SI Kerakyatan
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, juga menyatakan bahwa kelompoknya tidak akan ikut dalam aksi 25 Agustus. Hal ini karena Partai Buruh sudah memiliki agenda demo pada 28 Agustus 2025. Dalam aksi tersebut, puluhan ribu buruh dari berbagai wilayah akan berdemonstrasi di depan gedung DPR dan Istana Negara. Demo ini akan digelar di beberapa titik kota industri seperti Serang, Banten, Samarinda, Kalimantan Timur, hingga Makassar.
Said menuntut agar pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada kelas pekerja yang masih terbebani oleh upah murah. Upah yang saat ini diberikan tidak sejalan dengan formula yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan 168, terkait inflasi hingga pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Partai Buruh juga akan menyoroti tunjangan perumahan bagi anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan. Menurut Said, tunjangan tersebut tidak sejalan dengan nasib pekerja yang hanya memiliki penghasilan sebesar Rp 5 juta per bulan.
Penolakan dari BEM SI Kerakyatan
Koordinator Media Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan, Pasha Fazillah Afap, juga menyatakan bahwa kelompoknya tidak akan ikut dalam demo 25 Agustus. Ia menegaskan bahwa pencatutan nama BEM SI Kerakyatan dalam demonstrasi tersebut adalah tidak benar.
Pasha menjelaskan bahwa BEM SI Kerakyatan telah menggelar demonstrasi di depan gedung DPR pada Kamis (21/8/2025). Dalam aksi tersebut, mereka menuntut pembatalan pembahasan RUU bermasalah dan penerapan kebijakan yang hanya menguntungkan kalangan oligarki.
Menurut Pasha, demokrasi harusnya menjadi milik semua, bukan milik pihak tertentu yang kian masuk ke ranah sipil dan kebijakan yang dijalankan justru menyebabkan kerugian rakyat.