
Masalah Gaji PPPK Paruh Waktu yang Mengkhawatirkan
Di berbagai daerah, banyak tenaga honorer menghadapi tantangan dalam proses pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di Kabupaten Pesawaran, khususnya para pegawai dengan status R2, R3, R4, dan R3T, mengalami penurunan gaji yang signifikan. Sebelumnya, mereka menerima gaji sebesar Rp1 juta per bulan, namun setelah diangkat menjadi PPPK paruh waktu, besaran gaji mereka turun drastis hingga hanya Rp350 ribu per bulan.
Hal ini menimbulkan kekecewaan besar bagi para tenaga honorer tersebut. Mereka tidak hanya menerima gaji yang lebih rendah, tetapi juga harus menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa mereka tidak akan mempermasalahkan besaran gaji PPPK paruh waktu. Dengan demikian, mereka terpaksa menerima kondisi ini meskipun merasa tidak adil.
Keluhan dari Tenaga Honorer
Faisol Mahardika, Ketua Umum Aliansi R2 R3 Indonesia, menyampaikan bahwa banyak tenaga honorer, baik yang berada dalam database maupun non-database, mengalami tekanan dari pemerintah daerah masing-masing. Di Kabupaten Pesawaran, mereka bahkan diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang salah satu isinya berkaitan dengan besaran gaji PPPK paruh waktu.
Menurut Faisol, hal ini sangat ironis karena sebelumnya para tenaga honorer menerima gaji yang cukup tinggi. Namun, setelah diangkat sebagai PPPK paruh waktu, gaji mereka justru menurun drastis. “Mereka dipaksa menerima gaji 350 ribu rupiah, padahal sebelumnya digaji 1 juta rupiah per bulan,” ujarnya.
Tidak Bisa Menuntut Kebijakan Gaji
Selain itu, para tenaga honorer dilarang menuntut perubahan terkait besaran gaji PPPK paruh waktu. Hal ini membuat mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Jika mencoba bergerak atau melawan, mereka khawatir nama mereka tidak akan diajukan untuk diangkat sebagai PPPK paruh waktu.
Akibatnya, banyak dari mereka terpaksa menandatangani surat pernyataan tersebut meskipun merasa hati mereka terluka. “Para guru honorer dan tenaga pendidik ini dipaksa menerima gaji yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya,” tambah Faisol.
Surat Menteri yang Tidak Dipatuhi
Faisol menyoroti bahwa ada dua surat menteri yang telah dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Rini Widyantini. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa gaji PPPK paruh waktu tidak boleh di bawah gaji yang diterima saat masih menjadi honorer.
Namun, faktanya, banyak daerah seperti Kabupaten Pesawaran tidak mematuhi aturan ini. Para tenaga honorer terpaksa menandatangani surat pernyataan meskipun merasa tidak puas dengan kebijakan yang diberlakukan.
Harapan untuk Solusi yang Lebih Baik
Faisol berharap pemerintah daerah dapat menyesuaikan gaji PPPK paruh waktu sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa tidak ada batasan waktu untuk sistem PPPK paruh waktu ini. Jika terus berlangsung bertahun-tahun, nasib para tenaga honorer akan semakin sulit.
“Pemerintah harus mencari solusi yang tepat agar nasib para tenaga honorer tidak terabaikan,” pungkas Faisol.