
Perbedaan Fasilitas Pejabat di Indonesia dan Swedia
Di tengah perbincangan mengenai tunjangan bensin untuk anggota DPR RI, terdapat informasi yang menyebutkan bahwa besaran tunjangan tersebut sebenarnya adalah Rp 3 juta per bulan. Alokasi dana ini digunakan untuk kebutuhan mobil dinas para pejabat wakil rakyat. Namun, di sisi lain, ada negara yang memiliki pendekatan berbeda dalam memberikan fasilitas kepada para pejabatnya. Salah satunya adalah Swedia.
Swedia dikenal dengan sistem pemerintahan yang sangat transparan dan egaliter. Di sana, tidak ada fasilitas khusus seperti mobil dinas atau sopir pribadi untuk para pejabat tinggi. Bahkan, mereka diwajibkan menggunakan transportasi umum seperti kereta api atau bus. Hal ini menjadi salah satu ciri khas dari budaya Swedia yang menekankan kesetaraan antara semua warga negara, termasuk para politisi.
Menurut warga setempat, Joakin Holm, "Saya adalah yang membayar para pejabat itu dan saya tidak melihat alasan apa pun untuk memberikan kehidupan mewah kepada mereka." Dalam pandangan masyarakat Swedia, para pejabat tidak boleh mendapatkan perlakuan istimewa hanya karena posisinya.
Hanya sedikit pejabat penting yang diberi fasilitas khusus, seperti perdana menteri. Meskipun begitu, fasilitas yang diberikan tetap dibatasi. Misalnya, mobil dinas perdana menteri serta ketua dan wakil parlemen hanya diberi tiga unit kendaraan Volvo. Kendaraan-kendaraan ini hanya boleh digunakan untuk keperluan mobilitas dari atau ke kantor, bukan untuk keperluan pribadi.
Sebagai gantinya, para pejabat di Swedia diberi kartu khusus untuk menggunakan transportasi umum. Selain itu, anggota parlemen juga tinggal di tempat sederhana yang dekat dengan kantor mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Swedia lebih memilih mengedepankan prinsip kesetaraan daripada memberikan fasilitas mewah.
Per-Arne Hakansson, anggota DPR dari Partai Sosial Demokrat, pernah menyatakan bahwa statusnya sebagai pegawai negara tidak berbeda dengan profesi warga umum lainnya. Ia menjelaskan bahwa tugas utama mereka adalah mewakili rakyat, sehingga tidak pantas rasanya jika mereka diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas.
Selain itu, jika ada anggota parlemen yang kedapatan naik taksi untuk keperluan yang tidak mendesak, hal ini biasanya menjadi topik pembicaraan di media. Contohnya, pernah terlihat perdana menteri dan Menteri Luar Negeri Swedia belanja di pasar swalayan biasa. Wali Kota Stockholm bahkan pernah terlihat ikut antre di halte bus dan pejabat pemerintahan duduk di kereta.
Budaya kesetaraan ini sudah lama terbentuk di Swedia. Pada tahun 1960-an, negara ini menghapus penggunaan gelar formal dan kata ganti resmi. Setiap orang hanya dipanggil dengan "Anda". Menurut sistem nilai Swedia, tidak ada seorang pun yang lebih tinggi dari yang lain, termasuk politisi. Mereka hidup dalam kondisi yang sama dengan rakyat yang memilih mereka.